SEMARANG || jateng.journalistpolice.com – Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani menangis di Polda Jateng, lanaran anaknya hiilang semalaman ternyata diamankan Polisi Saat Demo Ricuh
Informasi yang berhasil diperoleh media ini bahwa sedikitnya 327 orang diamankan aparat kepolisian usai aksi unjuk rasa berujung ricuh di Kota Semarang. Yang mengejutkan, mayoritas di antaranya adalah anak-anak serta pelajar.
Polisi bahkan menemukan peserta termuda yang terlibat berusia 13 tahun. Peristiwa ini membuat banyak orang tua diliputi rasa cemas.
Salah satunya dialami Sri Mulyani (47), warga Semarang, yang semalaman tidak bisa tidur karena putra remajanya tak kunjung pulang.
Sri Mulyani akhirnya memberanikan diri mendatangi Mapolda Jateng hanya bermodalkan firasat. “Biasanya setelah magrib anak saya sudah di rumah. Begitu semalam tidak pulang, saya langsung panik. Rasanya lemas dan bingung harus cari ke mana,” tutur Sri Mulyani.
Rasa lega baru dirasakannya setelah dipertemukan dengan sang anak pada Minggu (31/8/2025) sore di Gedung Borobudur Polda Jateng.
Dengan mata berkaca-kaca, sang anak langsung memeluk ibunya dan meminta maaf. “Katanya tidak ada niat ikut demo, hanya ikut temannya beli tas. Kesalahannya cuma boncengan bertiga,” ujar Sri Mulyani.
Momen haru pun pecah ketika para orang tua dipertemukan dengan anak-anak mereka. Banyak remaja menangis, bahkan ada yang bersujud di kaki ibunya sambil berjanji tidak mengulangi perbuatan serupa.
Polisi Bantah Salah Tangkap
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, menegaskan bahwa ratusan anak dan remaja yang diamankan bukan korban salah tangkap.
Menurutnya, semua diamankan karena tertangkap tangan melakukan aksi anarkis. “Namanya pelaku anarkis alasannya pasti macam-macam: hanya lewat, hanya menonton. Tapi faktanya mereka tertangkap saat melakukan pelemparan, perusakan, dan tindakan melawan hukum,” tegasnya.
Dari 327 orang yang diamankan, tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Rinciannya, enam anak dan satu orang dewasa dijerat hukum karena terbukti melakukan pelemparan dan perusakan fasilitas umum.
Sementara sisanya dipulangkan dengan status saksi dan diwajibkan lapor setiap Senin dan Kamis. Polisi juga mendalami adanya dugaan aktor intelektual atau provokator yang menggerakkan massa.
“Kami masih menyelidiki siapa koordinator maupun pihak yang menggerakkan. Semua akan diungkap,” imbuh Artanto.
Kericuhan tak hanya terjadi di Semarang. Di Kabupaten Pekalongan, sebanyak 65 pelajar juga terjaring patroli skala besar yang digelar Polres Pekalongan bersama TNI, Forkopimda, dan elemen masyarakat.
Kapolres Pekalongan AKBP Rachmad C Yusuf menjelaskan, para pelajar ini datang karena terpengaruh informasi yang beredar di media sosial.
“Mayoritas yang diamankan adalah siswa SMP, SMA, hingga SMK. Mereka ikut karena termakan ajakan di medsos,” jelasnya.
Untuk mencegah hal serupa, aparat memanggil orang tua dan pihak sekolah. Para pelajar diminta menandatangani surat pernyataan serta mendapat pembinaan agar lebih bijak dalam menyikapi informasi digital.